Dalam penemuan menakjubkan yang membuat para sejarawan dan antropolog terkagum-kagum, rekaman yang baru-baru ini ditemukan dari tahun 1860 telah mengungkap rahasia yang telah lama tersembunyi di balik keluarga berleher terpanjang di dunia. Film yang luar biasa ini, yang diyakini sebagai salah satu dokumentasi visual tertua yang masih ada, menawarkan pandangan yang belum pernah ada sebelumnya tentang kehidupan dan tradisi masyarakat unik yang ciri-ciri fisiknya telah memikat dunia selama beberapa generasi.
Rekaman tersebut, yang ditemukan di arsip yang terlupakan jauh di dalam museum Eropa, memperlihatkan anggota Padaung, yang juga dikenal sebagai suku Kayan, sebuah kelompok asli Myanmar (Burma) dan beberapa bagian Thailand. Suku Kayan terkenal dengan praktik luar biasa mengenakan gulungan kuningan di leher mereka, yang secara bertahap memanjangkan leher mereka hingga panjang yang mencengangkan seiring waktu. Tradisi kuno ini membuat mereka dijuluki “wanita jerapah” dan membuat mereka menjadi subjek yang menarik bagi orang luar.
Yang membuat rekaman ini sangat mengejutkan adalah kejelasannya dalam menangkap kehidupan sehari-hari masyarakat Padaung, serta proses rumit yang dilalui gadis-gadis muda dalam memulai praktik memanjangkan leher. Film ini mengungkap bahwa lilitan pertama kali dipasang di leher saat mereka masih muda, biasanya sekitar lima atau enam tahun. Seiring berjalannya waktu, lebih banyak lilitan ditambahkan, yang secara bertahap menekan tulang selangka dan menekan tulang rusuk, yang menciptakan ilusi leher yang memanjang.
Rekaman baru ini juga memberikan wawasan tentang signifikansi budaya dari praktik ini. Bertentangan dengan beberapa kesalahpahaman, pemanjangan leher bukan sekadar bentuk modifikasi tubuh, tetapi berakar dalam kepercayaan spiritual dan identitas budaya Kayan. Gulungan leher dianggap sebagai simbol kecantikan, kekayaan, dan status sosial dalam masyarakat. Selain itu, gulungan leher diyakini dapat melindungi dari harimau, karena gulungan kuningan dianggap terlalu kuat untuk digigit oleh predator.
Penemuan rekaman ini telah memicu minat baru terhadap masyarakat Padaung dan tradisi mereka, yang mendorong diskusi tentang pelestarian warisan budaya dalam menghadapi modernitas. Meskipun praktik memanjangkan leher telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dengan lebih sedikit gadis muda yang memilih untuk melanjutkan tradisi tersebut, praktik ini tetap menjadi aspek penting dari identitas Kayan.
Rekaman tersebut, yang kini tengah direstorasi dan didigitalkan dengan saksama, diharapkan akan dirilis ke publik dalam beberapa bulan mendatang. Rekaman ini menawarkan jendela langka dan berharga ke dunia yang selama ini sebagian besar tersembunyi dari pandangan, mengungkap masyarakat yang adat istiadatnya telah lama memukau dan membingungkan dunia luar. Seiring para sejarawan dan antropolog terus menganalisis film tersebut, diharapkan penemuan luar biasa ini akan mengarah pada pemahaman dan apresiasi yang lebih dalam terhadap masyarakat Kayan dan warisan budaya mereka yang luar biasa.